Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N. Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, misalnya serbuk gergaji, rumput sisa ransum. atau jerami menghasilkan kompos yang berguna untuk meningkatkan struktur tanah.
1. Kotoran Sapi Perah
Kotoran sapi perah umumnya banyak mengandung air dan nitrogen (N). Karena itu, kotoran sapi perlu dicampur dengan bahan lain yang mengandung tinggi karbon kering. Kompos yang dihasilkan berkualitas baik
2. Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya. Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya.
3. Rumput Sisa Ransum
Kandungan air rumput sisa ransum berada pada rentangan kering sampai sedang. Rumput sisa yang masih panjang sebaiknya dicacah menjadi lebih pendek agar fermentasi berjalan cepat. Rumput cacah sisa ransum mempunyai peluang dirombak dengan cepat. Rumput sisa menjadi sumber N yang baik. Dalam proses pengomposan timbunan dapat menjadi padat dan suasana menjadi anaerobik.
TEKNIK PENGOMPOSAN
Teknik pengomposan yang diuraikan dalam hal ini berkaitan dengan peralatan yang digunakan dan alur kerja, penimbunan bahan baku, dan bagaimana cara mencampur bahan baku dengan baik agar proses pengomposan memberi hasil memuaskan.
1. Alat-alat Pengomposan
Alat yang digunakan dalam proses pengomposan skala kecil adalah cangkul, sekop, kotak atau ruang pengomposan, kantung plastik, dan alat perekat kantung plastik. Berdasarkan pengalaman, pembuat kompos yang baik dapat mengetahui kira-kira berapa temperatur kompos saat itu dengan memegang dan meremas bahan kompos. Berdasarkan hal tersebut, seandainya itu pun ada, termometer dapat digunakan hanya pada pertama kali pengomposan. Naungan dan tempat yang tidak dilalui aliran air patut mendapat perhatian dari pembuat kompos. Kantung plastik dan alat perekatnya digunakan pembuat kompos jika ingin menjual kompos hasil produksinya dalam bentuk bukan curah.
2. Alur Kerja Pengomposan
Mulai dari penanganan bahan baku sampai dengan penyimpanan kompos sebelum dijual mempunyai alur kerja pada bahan baku, proses campuran, dan hasil kompos. Alur kerja secara rinci diuraikan menjadi penyimpanan, penghalusan, dan pencampuran bahan baku; penumpukan campuran, pengukuran temperatur dan kelembaban, penghentian proses; dan pematangan, pengayakan, pengeringan, pengepakan, serta penyimpanan hasil kompos seperti berikut ini.
Alur Kerja Proses Penanganan Bahan Baku hingga Menjadi Kompos
Mula-mula bahan baku yang belum digunakan disimpan di tempat aman agar tidak menimbulkan peluang terjadinya kebakaran. Yang dimaksudkan dengan penghalusan bahan baku adalah pengurangan ukuran bentuk, misalnya pencacahan rumput. Pencampuran dan penumpukan bahan baku dapat menjadi satu atau bagian yang terpisah. Kotoran sapi perah dicampur dengan serbuk gergaji atau rumput sisa ransum dengan perbandingan volume 1:1 atau 1:2. Pengukuran volume dapat memakai ember air atau alat tampung lainnya. Bahan baku diaduk atau langsung ditumpuk berlapis-lapis di tempat pengomposan. Tempat pengomposan mungkin menggunakan kotak, ember, atau permukaan lahan.
Pengomposan dapat dikerjakan di atas permukaan lahan atau dalam kotak.
Tumpukan jangan dipadatkan. Keesokan harinya tumpukan dibalik-balik. Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan sebelum pembalikan, terutama temperatur, jika alat tersedia. Pembalikan dikerjakan tiap hari selama minggu pertama dan setelah itu dapat dilaksanakan seminggu sekali. Campuran diremas untuk mengetahui kelembaban. Kelembaban rendah campuran ditandai dengan tidak adanya bagian bahan baku kompos yang melekat di telapak tangan. Jadi, ke dalam tumpukan harus ditambahkan air secukupnya. Penghentian proses dihentikan setelah temperatur stabil dan selanjutnya diikuti oleh proses pematangan. Kompos dibiarkan di udara terbuka selama seminggu. Setelah itu kompos diayak untuk memisahkan bagian kasar dan halus. Bagian kasar diikutsertakan lagi dalam pengomposan berikutnya. Pengomposan selanjutnya mungkin menggunakan campuran hasil kompos sebanyak 10% dari total bahan baku untuk mempercepat proses pengomposan. Kompos hasil yang akan dijual dikeringkan, dipak, dan disimpan.
Pengayakan Secara Sederhana Hasil Proses Pengomposan.
HASIL KOMPOS
Pembuatan kompos mempunyai sangat banyak manfaat, walau tidak terlepas dari kekurangannya juga. Kegunaan kompos telah sering dibahas pada berbagai tulisan dan kesempatan. Sementara itu mengetahui kelemahan pengomposan dapat digunakan untuk mengatasinya. Harga jual kompos berkisar antara Rp500,00-Rp2.500,00/kg dengan biaya produksi Rp440,00/kg. Berdasarkan harga curah saja produsen kompos sudah mendapat pendapatan kotor sebesar Rp60,00/kg. Proses pengemasan membutuhkan biaya sebesar Rp1.000,00/kg dan ternyata usaha ini menaikkan harga jual kompos dan memberikan pendapatan Rp1.060,00/kg.
Pengomposan membutuhkan biaya untuk membeli, membayar, atau menyewa lahan, peralatan, tenaga kerja, dan tatalaksana. Pengomposan membutuhkan waktu. Bau acapkali timbul saat proses pengomposan berlangsung. Bahan baku atau campuran kompos sebaiknya tidak terkena air hujan. Pengomposan bahan organik dan menjualnya berarti memindahkan unsur hara dari peternakan ke tempat lain. Kompos umumnya berbentuk senyawa organik kompleks sehingga lambat melepaskan unsur hara untuk tanaman. Ada orang-orang yang alergi terhadap bau, jamur, ataupun debu dari kompos. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang pengomposan silahkan baca buku Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah.